FORMULA TRANSFER FACTOR
DAN APLIKASI KLINISNYA
Steven J. Bock, M.D.
Reprinted with Permission from the International Journal of Integrative Medicine
Sistem imun merupakan hal yang
rumit sekaligus menakjubkan. Beruntunglah, Sang Pencipta memberikan bayi
suatu pertolongan. Kita sadar betapa pentingnya
pemberian ASI (Air Susu Ibu) bagi kemampuan sistem imun. Dalam
kondisi dunia yang semakin bahaya, kita diserang oleh berbagai agen
penyebab penyakit (patogen). Sistem imun kita pun mengalami
perubahan tidak menentu. Transfer Factor (TF), faktor imun utama
pada kolostrum, dapat menjadi senjata utama tubuh kita menangkal
pathogen. Transfer Factor melatih dan mendidik secara terus
menerus sistem imun.
H.S. Lawrence menemukan transfer
factor pada tahun 1949, ketika ia berhadapan dengan masalah penyakit
tuberculosis (TBC). Apa yang ia coba temukan adalah
keberadaan komponen darah yang dapat membawa sensitivitas tubercular
dari seseorang yang telah sembuh dari TBC ke orang yang belum terkena.
Transfusi darah secara keseluruhan dapat dilakukan,
tapi hanya pada orang yang mempunyai golongan darah sama. Lawrence
pada awalnya memisahkan sel-sel imun darah, sel limfosit atau sel darah
putih, dari seluruh komponen darah. Kemudian ia memecah
limfosit menjadi beberapa ukuran fraksi. Apa yang ia temukan adalah
molekul fraksi terkecil yang dapat mentransfer sensitivitas tuberculin
pada pasien sehat lain. Molekul inilah yang ia namakan
transfer factor.
Transfer factors adalah molekul
kecil berukuran 3,500-6,000 kDa berat molekul, terdiri dari
oligoribonucleotides yang melekat pada molekul peptida. Dahulu,
molekul ini hanya didapat dari proses dialisa (pemecahan) sel darah
putih, tapi sekarang dapat disarikan dari bovine colostrum. Mereka
diproduksi oleh sel limfosit-T dan dapat mentransfer
kemampuan untuk mengenal pathogen kepada sel yang belum pernah
kontak dengan pathogen tersebut (fungsi memori). Mereka juga memperkuat
kemampuan sistem imun untuk bereaksi (fungsi
inducer/perangsang) terhadap pathogen. Transfer factor memungkinkan
sel-T lebih mengenal terhadap pathogen. Di sisi lain, Transfer Factor
bisa bertindak sebagai produk gen yang membantu sel-T
lain menyerang. (1)
Fungsi perangsangan/inducer
transfer factor menghubungkan sel-sel imun berikatan dengan antigen,
sehingga meningkatkan reaksi stimulus terhadap antigen. Fungsi
supresi menahan reaksi berlebihan sel-T(2) dan memberi tanda pada
sel untuk menurunkan respon imunnya. Hal ini penting untuk mencegah
terjadinya alergi atau kondisi autoimmune.
Peranan sel TH1, TH2
Sebelum kita mengerti
kegunaan/fungsi transfer factor, sangat penting bila kita mengerti dulu
tentang paradigma sel TH1 helper/TH2 helper. Sel limfosit
T-helper berkembang menjadi 2 jenis sel. Sel TH1, mengatur imunitas
seluler (cell-mediated immune), memproduksi: cytokines: IL-2, IFN-gamma,
and TNF-alpha. Sel TH2 cells, mengatur imunitas
humoral, atau produksi antibody, memproduksi: IL-4, IL-5, IL-6,
IL-10, dan IL-13. Jika anda telah mengerti dan familiar dengan keadaan
fenotip dominan TH1/TH2 pada seseorang, anda dapat lebih
mudah mengidentifikasi kondisi tubuh atau kondisi penyakit pada
orang tersebut dan membuat terapi yang tepat.
Respon sel imun seluler
atau sel-TH1 helper sangat penting terhadap kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap berbagai serangan virus, jamur,
parasit, kanker, dan organisme intraselular. Imunitas seluler dapat
dites dengan:
1.
|
Skin tests-delayed hypersensitivity skin
|
5.
|
T-cell subsets;
|
testing;
|
6.
|
IL-2R
|
|
2.
|
Response to non-specific mitogens,
|
7.
|
NK cell level;
|
such as phytohemagglutinin (PHA),
|
8.
|
NK cell activity;
|
|
concavalina, or pokeweed mitogens;
|
9.
|
IL1 assay; and
|
|
3.
|
Response to specific mitogens, such as
|
10.
|
IL2 and interferon gamma, and other
|
diptheria, tetanus, or candida;
|
cytokines
|
||
4.
|
Response to alloantigens-mixed
|
||
lymphocyte reaction
|
Jika seseorang berada
pada kondisi dominant-TH2, dimana terjadi penurunan imunitas selular dan
penguatan imunitas humoral, maka kondisi yang akan
terjadi adalah:
1.
|
Allergies
|
9.
|
Pertussis vaccination
|
2.
|
Chronic sinusitis
|
10.
|
Malaria
|
3.
|
Atopic eczema
|
11.
|
Helminth infection
|
4.
|
Asthma
|
12.
|
Hepatitis C
|
5.
|
Systemic autoimmune conditions such
|
13.
|
Chronic glardlasis
|
as lupus erythematosus and mercury-
|
14.
|
Hypercortisolism
|
|
induced autoimmunity
|
15.
|
Chronic candidiasis
|
|
6.
|
Vacctination-induced state
|
16.
|
Cancer
|
7.
|
Certain cases of autism
|
17.
|
Viral infections
|
8.
|
Hyperinsulinism
|
18.
|
Ulcerative colitis
|
A. Pada kondisi dominant-TH1, kondisi yang timbul adalah:
1.
|
Diabetes type 1
|
7.
|
Sjögren’s syndrome
|
2.
|
Multiple sclerosis
|
8.
|
Psoriasis
|
3.
|
Rheumatoid arthritis
|
9.
|
Sarcoidosis
|
4.
|
Uveitis
|
10.
|
Chronic Lyme disease
|
5.
|
Crohn’s disease
|
11.
|
H. Pylori infections
|
6.
|
Hashimoto’s disease
|
12.
|
E. histolytica
|
Pada kondisi hamil, terjadi
keadaan dominant-TH2. Hal ini sangat baik untuk kondisi kehamilan. Bila
berada pada kondisi dominan-TH1, atau respon imunitas
seluler lebih dominant, akan menginduksi terjadinya penolakan
terhadap fetus dan plasenta. (3) Karena reaksinya yang menstimulasi
respon TH1 dalam banyak kasus, transfer factor sebaiknya tidak
digunakan selama kehamilan normal. Penyakit autoimun tertentu,
seperti multiple sclerosis dan rheumatoid arthritis, yang terjadi pada
kondisi dominant-TH1, akan membaik selama kehamilan.
(4)

Kondisi dominant-TH1 secara umum
tidak dapat ditolong oleh transfer factor. Namun beberapa penyakit
seperti rheumatoid arhtritis, multiple sclerosis, and
Crohn’s disease, dapat timbul sebagai akibat adanya infeksi atau
reaksi terhadap patogen. Jika respon TH1 tidak cukup adekuat untuk
mendorong sistem imun menyerang mikroba, maka transfer factor
akan meningkatkan proses penyerangan tersebut dan sangat efektif
pada kasus-kasus tertentu. Secara klinis hal ini dapat terjadi pada
kasus-kasus seperti: Crohn’s disease, multiple sclerosis, and
chronic Lyme disease, dimana terjadi kondisi dominant-TH1.
Transfer factor dapat
meningkatkan fungsi imunitas seluler atau mendorong terjadinya kondisi
TH2 menjadi TH1. Hal ini sangat berguna pada keadaan dominan-TH2.
Secara normal, pada saat terpapar bakteri dan infeksi pada masa
kanak-kanak, yang ada pada kondisi dominant-TH2, maka kondisi TH1 akan
ditingkatkan sehingga kemudian terjadi keseimbangan TH1/TH2.
(5) Jika kondisi dominant-TH2 tetap terjadi, akan mengakibatkan
terjadinya atopic, atau keadaan alergi. Kita melihat hal ini dengan
semakin banyaknya tingkat kejadian allergic symptoms, postnasal
drip, asthma, dsb.
Di sisi lain akibat kondisi
dominant-TH2 adalah penurunan TH1 atau imunitas seluler. Sehingga kita
melihat makin banyak terjadinya kasus infeksi virus, infeksi
jamur, dan kanker. Vaksinasi diberikan untuk mendorong terciptanya
kondisi TH2. Untuk membantu mengatasi masalah ini, kita dapat
menggunakan Transfer factor sebelum dan sesudah imunisasi.
Cancer, Cell-mediated Immunity (TH1), and Transfer Factor
Karena kanker berhubungan dengan
kondisi defisiensi/penurunan kondisi TH1, transfer factor harus
dipertimbangkan pada terapi peningkatan imun pasien kanker.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan imunitas seluler/TH1 dan terjadi
peningkatan dominant-TH2 adalah: umur, perawatan kanker yang
sitotoksik, stress setelah pembedahan, penyakit metastatis, dll.
(6) Cell-mediated immunity (CMI) dapat menjadi predictor tingkat
morbiditas dan mortalitas pada usia di atas 60 tahun. Pada pasien dengan
liver metastases atau colon rectal carcinoma, CMI adalah
faktor prediksi seseorang dapat bertahan atau tidak. (7) Penurunan
imunitas seluler seiring dengan peningkatan sirkulasi imun kompleks,
mengindikasikan buruknya prognosis pada pasien kanker. (8)
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan kanker kulit
multiple terdapat kerusakan/penurunan CMI. (9) Pada penelitian pasien
kanker rahim, yang dibandingkan dengan grup control, mereka yang
menjalani kemoterapi terjadi penurunan pada parameter imunnya
(seperti, penurunan cell-mediated immunity), sementara grup yang
menerima immunotherapy (dalam hal ini, thymopeptin) parameter
imunnya berada dalam batas normal. (10,11)
Penurunan imunitas pada pasien
kanker, menyebabkan mereka mudah terkena infeksi oleh berbagai virus,
seperti herpes zoster and cytomegalovirus (CMV). Infeksi
terjadi sebagai akibat dari terapi cytotoxic therapy dan defisiensi
imunitas seluler / TH1. (12) Kondisi dominant-TH1, ditandai dengan
peningkatan jumlah IL-2 dan IFN-gamma, bertindak sebagai
stimulator imun dan membatasi pertumbuhan tumor. Sebaliknya, kondisi
dominant-TH2, ditandai dengan IL-4 and IL-10 cytokines, bertindak
sebagai penghambat imun dan menstimulasi pertumbuhan tumor.
Perkembangan HIV menjadi infeksi HHV8 disertai Kaposi sarcoma,
ulcerative colitis, berkembangnya kanker kolon, obesitas, dan
peningkatan kejadian terjadinya karsinoma, semuanya adalah berhubungan
dengan peningkatan kondisi TH2 (dan penurunan kondisi TH1). Studi
menunjukkan bahwa pergeseran kondisi menjadi dominant-TH2 terjadi
sebelum transformasi kanker. Ketika sel kanker tumbuh, sel
menjadi semakin hypoxic. Hal ini menyebabkan imunitas seluler lebih
tertekan, dan terjadi penurunan daya tahan. Studi menunjukkan bahwa
respon imun TH2 berhubungan dengan kondisi proangiogenesis,
yang memfasilitasi pertumbuhan kanker. (13)
Transfer factor menunjukkan
kemampuan memperbaiki imunitas seluler pada pasien yang mengalami
penurunan imunitas. (14) Karena Transfer Factor dapat
meningkatkan imunitas seluler atau TH1, maka ia sangat menolong pada
kondisi seperti ini. Sebagai contoh, dengan memerintahkan cell-mediated
immunity melawan pengganggu dan antigen spesifik pada
jaringan prostate, Transfer Factor sangat efektif pada perawatan
Kanker prostate yang sudah metastasis pada stadium D3
hormone-unresponsive. Follow-up menunjukkan peningkatan rata-rata hidup
pada
50 pasien, dengan penyembuhan total pada 2 pasien, kemungkinan
sembuh pada 6 pasien, dan tidak terjadinya metastasis pada semua pasien.
(14,15) Penggunaan Transfer factor menunjukkan perbaikan
pertahanan sebagai suatu hal penting untuk menghentikan perkembangan
sel kanker. (16)
Sebelum transfer factor dapat
diekstrak dari kolostrum, ia hanya dapat diperoleh dari hasil dialisa
leukosit (DLE=dialyzed leukocyte extract). Pada literature
dikatakan bahwa DLE antigen tertentu telah digunakan untuk berbagai
kondisi infeksi virus, kondisi autoimun, dan kanker tertentu. Telah
ditemukan bahwa DLE memfasilitasi imun untuk menjadi
antigen tumor. It has been found that DLE facilitated immunity to
tumor-associated antigen. Fudenburg menunjukkan bahwa transfer factor
dari donor terpilih dapat meningkatkan respon awal sel pada
pasien dengan osteogenik sarcoma.
Salah satu faktor yang
melemahkan sel imun pertahanan awal tubuh kita adalah lingkungan
(seperti bahan kimia atau polusi logam berat). Penelitian telah
menunjukkan bahwa pemaparan dalam waktu lama oleh polychlorinated
hydrocarbons dapat menekan proses fagositosis, penurunan aktivitas NK
sel, dan penurunan respon limfosit pada tikus. (17)
berakibat pada penurunan pengaturan sistem imun, dengan respon TH2
yang lebih dominant, terjadi bila terpapar dengan merkuri. Sehingga
respon TH1 tidak membaik, meningkatkan kasus terjadinya
kanker hingga penyakit autoimun. (18)
Viral Infections
Dalam pengobatan dewasa ini,
kita melihat meningkatnya permasalahan dengan infeksi virus, seperti
otitis media, cacar, infeksi kronis, Epstein-Barr virus
(EBV). CMV acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), hepatitis, dan
West Nile virus. Kita menggunakan berbagai perawatan beragam, mulai
dari interferon hingga azidothymidine (AZT),
ribavirin, and relenza. Walaupun dengan semua senjata imun teknologi
tinggi telah digunakan, kita masih sering kalah perang dengan
virus-virus tersebut.
Pada terapi infeksi virus, transfer factor menyediakan modal dasar
yang bekerja pada tingkat yang paling dasar dan utama. Transfer factor
dapat menginduce interferon pada pasien dengan infeksi
virus. (19)
Infeksi virus mengindikasikan peningkatan kondisi TH2 dan penurunan
kondisi TH1. Hal yang sama juga terjadi pada infeksi jamur, parasit, dan
penyakit kanker. Infeksi bakteri juga berhubungan
dengan penurunan kondisi dominant-TH2.
Dengan merangsang TH1, transfer factor sangat menguntungkan pada
perawatan pasien hepatitis. Pada hepatitis C, kondisi dominant-TH2
berperan penting dalam perkembangan hepatitis kronis.
Perangsangan TH1 menghasilkan pembersihan partikel-partikel virus
dan penyembuhan hepatitis. (20,21) Studi menunjukkan pasien cacar dan
komplikasinya telah sukses berhasil disembuhkan dengan
non-specific transfer factor. Gejala dapat dihilangkan dalam waktu
24 jam tanpa efek samping. (22)
Satu teori mengatakan bahwa satu mekanisme yang terlibat pada
kelainan autisme adalah ketidakseimbangan imun terhadap pole imunitas
TH2, sebagai hasil dari vaksinasi (measles, mumps, and
rubella). Akhir-akhir ini, dilakukan studi untuk menguji coba
efektivitas transfer factor sebagai modulator imun pada kelainan autisme
ini.
Telah diketahui bahwa virus sangat berperan pada etiologi Otitis
media akut (AOM = acute otitis media) pada anak-anak. Pada studi tentang
AOM, 75% anak-anak positif menderita virus seperti
respiratory syncytial virus (RSV), para influenza, and influenza,
dan 48% memiliki virus penyebab pada efusi telinga tengah. (23)
Virus-virus ini bekerja sebagai pendahulu dari infeksi bakteri
spesifik AOM. (24) Terjadi hasil yang sangat bagus pada perawatan
awal dan pencegahan otitis media dengan menggunakan transfer factor.
Beberapa persen penderita asma memiliki gejala infeksi pernafasan,
kebanyakan akibat dari infeksi virus. Studi penggunaan transfer factor
pada pasien asma menunjukkan bahwa sekitar 50% pasien
dapat menghentikan penggunaan steroidnya, dan separuhnya lagi dapat
menurunkan dosis penggunaan steroidnya. Secara umum, terjadi penurunan
biaya rumah sakit. Penggunaan transfer factor
memperbaiki imunitas selular. Tidak terjadi efek samping dan reaksi
alergi. (25)
Dalam kasus-kasus alergi, Kahn
melaporkan peningkatan kejadian infeksi, seperti para influenza virus,
syncytial virus, adenovirus, etc., sebagai faktor
predisposisi pada anak-anak penderita asma. Ditemukan juga bahwa
anak dengan asma punya kecenderungan cepat terkena infeksi. (26) 12 dari
15 anak mengalami ketidaksempurnaan pada imunitas sel-T,
walau beberapa diantaranya tidaklah parah. (27) Hal ini menjadi
perhatian bahwa fungsi sel mediated imun yang tidak sempurna menjadi
faktor pada penyakit-penyakit virus.
Telah diteliti bahwa wanita
dengan infeksi human papilloma virus (HPV) memiliki ketidaksempurnaan
mekanisme proteksi dari cell-mediated immunity. (28) Keadaan
perubahan kondisi dominant-TH1 ke TH2 dalam pola cytokine
berhubungan dengan semakin parahnya infeksi HPV. Peningkatan masalah
gynecological ditemukan sebagai penyebab kedua pada infeksi HPV.
Potensi transfer factor pada infeksi HPV perlu digali lebih lanjut.
Chronic Infection
Transfer Factor juga dapat
memperbaiki kerusakan sistem imun yang terjadi akibat infeksi kronis.
Berapa banyak praktisi yang melihat skenario sbb: seorang anak
datang dengan bronchitis atau tonsilitis yang berulang (rekuren),
yang ia derita sejak bayi, sehingga perlu terapi antibiotik secara
berkala/berulang kali. Hal ini akan menimbulkan gejala
kandidiasis kronik. Riwayat eksim kronis atau alergi juga sering
ditemukan. Tes imunologi atau tes kulit menunjukkan kekurangan pada
cell-mediated immunity, tapi bukan kerusakan. Grohn melaporkan
bahwa pada beberapa kasus dan memperoleh hasil bahwa perawatan
berhasil sukses dengan transfer factor. (29) Di sini kita dapat melihat
bahwa transfer factor sangat menolong untuk mengatasi
kondisi dominant-TH2: alergi, kandidiasis kronis, dan eksim.
Transfer factor dapat
menghilangkan kasus-kasus yang rekuren, non-bacterial cystitis (NBRC),
kala perawatan dengan antibiotik dan obat-obatan non steroid tidak
berhasil. (30) Berbagai studi menunjukkan hasil positif dengan
transfer factor pada chronic mucocutaneous candidiasis. (31)
In Lyme disease, cytotoxic
production of a TH2 phenotype is correlated to resistance, while that of
a TH1 phenotype is correlated to susceptibility. (32) This
suggests that certain people have an immune glitch that makes their
immune system prone to either the TH1 or TH2 pattern and therefore more
susceptible to different diseases. This may be
precisely where transfer factor having immune-modulating effects,
can be helpful. For instance, in Lyme patients we usually see a TH-1
dominated pattern, but transfer factor works very well for
certain subsets of Lyme patiens.
Chronic Fatigue
Transfer factor has been used in
chronic fatigue immune dysfunction syndrome, especially if a viral
etiology can be found. It has had varied success, although
one may need to use increased dosages. If polyvalent transfer factor
is not successful, the use of antigen- (or disease-) specific transfer
factor may need to be explored. (33)
In elderly patients with
cellular immunodeficiency and chronic fatigue syndrome, age-related
decrease in recovery occurred after treatment with transfer
factor. (34) Success with transfer factor in chronic fatigue
syndrome secondary to human herpes virus 6 (HHV6), genital or labial
herpes, and recurrent ocular herpes has been well-documented.
(35-37) A study on the effect of transfer factor on the course of
multiple sclerosis showed that it retarded the progression of the
disease in mild to moderate cases. (38)
The Treatment
Terapi dengan transfer factor
bergantung pada dosis yang digunakan. Pada infeksi virus, biasanya
dimulai dengan 3 kapsul 3 kali perhari. Dosis kemudian dapat
diturunkan menjadi 1 kapsul 3 kali perhari. Dosis ini dipertahankan
pada kasus-kasus infeksi virus kronis, infeksi herpes kronis, chronic
fatigue secondary to CMV or EBV, chronic colds, dan kasus
resistensi. Jika ada infeksi virus berlebihan, dosis dapat
ditingkatkan menjadi 3 kapsul 3 kali perhari. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan kecenderungan terhadap cold, penurunan gejala pada
hidung (Seperti postnasal drip and chronic sinus symptoms). Pada
kondisi alergi, dewasa mulai dengan 2 kapsul 3 kali perhari, meningkat
menjadi 3 kapsul 3 kali perhari jika gejala bertambah
buruk. Dosis kemudian diturunkan pada dosis maintenance seiring
dengan penurunan gejala.
Pada kasus chronic fatigue
syndrome, pasien mulai dengan 3 kapsul 3 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan tergantung respon orang tersebut. Dosis 4-5 kapsul 3
kali sehari dapat diterapkan pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi dan/atau radioterapi, yang mengalami penurunan fungsi imun
seluler.

Tes-tes fungsi imun dapat
dilakukan, terutama tes penentuan CMI, dapat dilakukan untuk menentukan
dosis. Dapat juga untuk menentukan jumlah cytokine,
menentukan IL-2, IL-4, IFN-U, IL-10, dsb. Peningkatan jumlah IL-2
dan interferon gamma akan mengindikasikan kondisi predominant-TH1,
sementara peningkatan jumlah IL-4 and IL-10 akan
mengindikasikan kondisi dominant-TH2. Aktivitas sel NK, yang
biasanya turun pada kasus-kasus kanker, akan meningkat dengan penggunaan
transfer factor, dan dapat diukur secara periodik.
Pada kasus anak-anak yang sering
mengalami serangan virus, asthma, allergic chronic sinus symptoms, and
chronic candida symptoms, dosis awal sebagai
berikut:
Under 1 year : ½ capsule a day (200mg of transfer factor per capsule).
1-5 years : ½ capsule a day
6-12 years : 1 capsule 2 times a day
Over 12 years : 1 capsule 3 times a day
Dosis di atas adalah dosis awal; dosis dapat dinaikkan bertahap tergantung tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, pada saat pasien
memulai mengkonsumsi transfer factor, dapat merasakan gejala seperti flu
(flu-like symptoms), mual, atau gejala pada saluran
pencernaan. Karena transfer factor adalah peptide kecil dan tidak
mengandung protein susu, reaksi alergi sangat jarang terjadi.
Gejala-gejala tersebut biasanya diklasifikasikan mekanisme
Jared Herxheime, dan kemungkinan timbul sebagai reaksi awal
transfer factor pada usus atau pathogen sistemik. Bila pasien
diinformasikan tentang gejala yang mungkin dapat timbul, maka mereka
akan terus melanjutkan perawatan.


Transfer Factor dan Terapi Alternatif Lainnya
Pada kasus-kasus komplikasi imun
atau pada perawatan kanker, sangat bermanfaat untuk menambah suplemen
jenis herbal dan nutrisi lain untuk meningkatkan efek
stimulasi imun. Faktor-faktor tambahan ini akan mempertajam kenaikan
aktifitas sel NK, meningkatkan fagositosis, meningkatkan pematangan
sel-T, meningkatkan imun secara keseluruhan, dan
mempercepat reaksi beruntun penghancuran toxin. Bahan-bahan yang
dapat memperkuat Transfer Factor termasuk di antaranya adalah hymic
protein factors, herbal China (seperti astragalus, cordyceps,
shiitake, maitake, dan reishi), inositol hexaphosphate, melatonin,
1-3 beta glucan, glutathione, dan antioksidan lainnya. Vitamins A, D,
dan B6 menaikkan pola TH2, sementara vitamins E, C, dan
folate menaikkan produksi TH1. (39) Vitamin B12 menekan respon TH1.
(40) Sebagai tambahan, akupuntur ditemukan juga dapat meningkatkan
jumlah perimeter imun CMI CMI. Levels of CD 3+, CD 4+, CD
4+/CD 8+, dan beta-endorphins ditemukan meningkat pada penderita
tumor ganas setelah perawatan dengan akupuntur. (41)
Thymic factors menyebabkan
pematangan sel-T dan meningkatkan cell-mediated immunity. Namun transfer
factor jauh lebih efektif pada post-thymic cells.
Bagaimanapun kegunaannya, thymic factors dan transfer factor direkomendasikan untuk terapi immunodeficiency.
(42,43) Studi baru-baru ini oleh Dr. D. See menunjukkan bahwa
transfer factor meningkatkan aktivitas sitotoksik sel NK. Efek
transfer factor lebih besar daripada bahan-bahan lain yang terkenal
dapat meningkatkan sel NK, seperti echinacea, acemannan, 1-3
beta glucan, IP-6, dan certain Chinese mushrooms. Kolostrum memiliki
¼ potensi. Parameter imun lainnya, seperti fungsi sel-T dan tes
imunitas seluler, tidak dilakukan pada studi ini. (44)
Kesimpulan
Fungsi sistem imun adalah
pusat/jantung dari meningkatnya infeksi dan kelainan imunologi yang
ditemukan pada praktek klinik. Melalui bahan unik dan
aktifitasnya, transfer factor sangat berguna, relatif tidak ada
risiko, dan terapi yang paling penting untuk perawatan dalam melemahnya
kondisi cell-mediated atau TH1. Pikirkan dari sisi
potensial kegunaannya pada penyakit-penyakit seperti cancer, chronic
fatigue, viral infections, allergies, fungal infections, chronic
infections, and autoimmune diseases.
IGF-1
Does any of the 4Life TF products contain IGF-1?
“Insuline-like growth factor-I
(IGF-1) adalah hormon pertumbuhan dengan karakteristik mirip insulin dan
growth hormone. Fungsinya untuk menstimulasi
pertumbuhan sel-sel pada jaringan tubuh. IGF-1 ditemukan pada tubuh
manusia dan kolostrum sapi dan manusia. Konsentrasi IGF-1 pada kolostrum
beratus kali lipat lebih tinggi daripada yang terdapat
pada susu.
Pada bayi yang baru lahir, satu
fungsi utama IGF-1 adalah merangsang pertumbuhan gut, memperbaiki fungsi
pertahanan. IGF-1 juga dapat merangsang pertumbuhan
sel-sel yang tidak dibutuhkan, seperti sel kanker. IGF-1 adalah
molekul besar. Pada kolostrum, IGF-1 hampir seluruhnya terikat protein,
sehingga menjadikannya molekul yang sangat besar. Proses
microfiltration yang telah dipatenkan oleh 4Life untuk mengekstrak
Transfer Factors dari kolostrum, tidak memungkinkan molekul sebesar ini
melewati membrane filtrasi.
Penelitian terakhir menunjukkann
kolostrum sapi akan meningkatkan jumlah serum IGF-1 pada manusia.
Faktanya, penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua
IGF-1 mengalami pemecahan di perut. Sementara penyerapan hanya
terjadi dalam jumlah kecil pada bayi baru lahir, hal yang tidak dapat
dipastikan jika konsumsi oral IGF-1 dapat diserap pada orang
dewasa. Mempertimbangkan fakta ini, kami yakin bahwa kekuatan imun yang diberikan oleh produk Transfer Factor 4Life berasal dari kemampuan transfer factor itu sendiri, bukan dari
molekul-molekul penyertanya.
TANYA JAWAB
MUNGKINKAH KESEHATAN KITA DILIPATGANDAKAN 437% DARI SEKARANG ???
PASTIKAN "TRANSFER FACTOR" UNTUK KELUARGA DAN ORANG2 YANG ANDA CINTAI....
Q: Apakah yang dimaksud dengan TRANSFER FACTOR (TF) itu?
TF bukan Vitamin, Mineral, Enzim, Herbal, Kolostrum, Obat, Steroid, atau Hormon. TF adalah
molekul-molekul kecil yang dapat ditemukan ditubuh semua mamalia (manusia, sapi, monyet,
dsb) dan unggas. TF terdapat dalam kolostrum (kolostrum adalah susu awal yang terdapat 1 – 3
hari setelah induk/ibu melahirkan). Fungsi dari TF adalah untuk membawa informasi-informasi
penting kepada system imun (system yang digunakan untuk menjaga/melawan bakteri-bakteri
atau virus-virus).
Q: Apakah saya perlu mengkonsumsi, sedangkan saya juga mengkonsumsi suplemen kesehatan
lain: vitamin herbal, enzim, dl ???
Ya. Karena fungsi antara suplemen kesehatan (vitamin, herbal, enzim, dll) berbeda dengan TF.
Suplemen kesehatan tersebut hanya memberikan zat-zat pada sel, sedangkan TF memberikan
informasi kepada sistem imun untuk mengenal dan mengalahkan musuh-musuhnya. Sementara TF melipatgandakan sistem ketahanan tubuh hingga 437%.
Q: Apakah saya bisa mengkonsumsi TF ; sedangkan saya juga sedang mengkonsumsi obat
dokter ???
Ya. Dengan penjelasan dari TF itu sendiri ; TF tidak bertentangan dengan obat dokter.
Sebaliknya, mempercepat proses penyembuhan dikarenakan TF mendidik system imun, dimana
system imun tersebut yang akan membantu obat untuk mengalahkan virus-virus / bakteri-bakteri
penyebab penyakit.
Q: Adakah usia-usia tertentu yang tidak boleh mengkonsumsi TF ??
Tidak. Dikarenakan TF adalah produk alami ; sehingga aman dikonsumsi dari bayi hingga orang
dewasa.
Q: Pada saat kapan kita harus mengkonsumsi TF ?
Setiap hari. Dikarenakan tubuh kita memproduksi sel-sel imun baru setiap harinya ; namun
sistem-sistem imun tersebut belum mendapatkan bekal informasi untuk melawan musuh. Oleh
karena itu, kita perlu memberikan pendidikan terhadap sistem imun baru tersebut menggunakan
TF.
Q: Bagaimana cara kerja TRANSFER FACTOR ?
• TRANSFER FACTOR membawa informasi untuk mendidik system imun akan bahaya
setiap potensial penyakit atau penyakit yang sedang diderita.
• TRANSFER FACTOR mempersenjatai system immune dan juga menggerakan mereka
untuk melawan setiap bakteri / virus berbahaya.
• TRANSFER FACTOR membantu system immune manusia untuk menyimpan memory - memory
yang didapat untuk melawan setiap virus dan bakteri yang pernah menyerang
tubuh kita, dan akan menggunakan memory tersebut untuk menghadapi virus dan bakteri
yang sama di masa depan.
• TRANSFER FACTOR sebagai modular system immune. Artinya bila system immune
manusia terlalu aktif (e.g. autoimmune disorder), maka TRANSFER FACTOR akan
menenangkan sehingga kembali normal. Sebaliknya ketika tubuh kita kekurangan system
immune, maka TRANSFER FACTOR akan meningkatkan sehinggal kembali normal.
Q: Bagaimana TRANSFER FACTOR ditemukan ?
Pada tahun 1949 seorang dokter bernama Dr. H. Sherwood Lawrence melakukan penelitian
bahwa suatu immune dapat di donorkan melalui pengekstrasian sel darah putih. Oleh karena itu
dia melakukan pada 2 pasien TBC ; pada waktu itu ia menemukan bahwa sel darah putih
(limfosit) pada seorang pasien yang telah sembuh dari TBC dapat dipindahkan kepada pasien
yang masih terjangkit TBC. Namun, donor darah hanya dapat terjadi antar individu dengan jenis
darah yang sama, oleh karena itu, ia memutuskan untuk memisahkan limfosit menjadi beberapa
fraksi. Juga ia menemukan fraksi-fraksi dengan molekul yang sangat kecil dimana mereka dapat
mentransfer sensitivitas tuberkulin ke orang lain. Molekul-molekul ini ia beri nama “Transfer
Factor”.
Q: Mengapa TRANSFER FACTOR diambil dari kuning telur ayam dan kolostrum sapi ?
Kolostrum adalah cairan pra-susu yang dikeluarkan oleh induk mamalia dalam 6-48 jam pertama
setelah melahirkan. Dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa setiap anak sapi yang baru lahir
dan tidak mendapatkan susu sapi dari induknya akan mati. Hal ini membuat para peneliti
berkeyakinan bahwa induk sapi mentrasferkan informasi system immune ke tubuh anak sapi,
dimana informasi system immnue tersebut ada di susu sapi. Hal ini juga yang terjadi pada setiap
unggas dimana unggas-unggas tersebut akan memberikan immune ke anaknya.
Selain itu, sapi mempunyai kolostrum lebih banyak dibanding dari manusia. TF juga bersifat not
species specific, yang berarti ia bisa ditransferkan ke sesama mamalia ; bisa ditransferkan ke
manusia walaupun sumbernya bukan dari manusia. Sapi juga lebih banyak mengenal virus,
bakteri, jamur, hama, debu, dsb ; dikarenakan lingkungan tinggal sapi lebih kotor dibanding dari
manusia sehingga sistem imunnya lebih kuat dibanding dengan manusia.
Q: Bila TF didapat dari kolostrum sapi, bagaimana dengan orang-orang yang alergi terhadap
susu “Lactose Intolerant”, apakah berbahaya bila mereka mengkonsumsi TF ?
Tidak. Hal ini dikarenakan TF tidak mengandung susu, gula susu (Lactose). Sistem esktraksi
yang canggih milik 4Life research yang bisa membuat seperti itu. Yang terdapat didalam TF
hanyalah murni “Immune IQ” saja.
Q: Adakah kemungkinan TF tertular oleh kuman sapi gila (mad cow disease) ??
Tidak. Dikarenakan para ahli telah mengesahkan bahwa kuman BSE (Bovine Spongiform
Encephalopathy) tidak masuk ke saluran mammari kolostrum. Pemeriksaan juga dilakukan pada
semua sapi yang terjangkit penyakit sapi gila, ditemukan tidak ada satupun susu dari sapi
tersebut yang terjangkit dengan penyakit sapi gila ini. Para ilmuwan juga mendapatkan bahwa
efek jangkitan kuman pada tahap terakhir berada pada otak dan tulang belakang sapi ; hal ini
menyimpulkan tidak ada susu dari sapi gila tersebut yang terjangkit kuman penyakit sapi gila.
Q: Apakah Quality Control dan mutu dari hewan-hewan yang digunakan 4life baik ?
Ya. Dikarenakan TF diperoleh melalui proses mikrofiltrasi khusus yang dipatenkan. Kolostrum
diambil dalam 24 – 48 jam pertama setelah induk sapi yang baru melahirkan menyusui anak sapi
yang baru lahir. Waktu itulah yang paling baik dalam pengambilan kolostrum sebagai bahan
pengekstrasian TF.
Kolostrum tersebut kemudian dipasteurisasi (menggunakan mesin mikrofiltrasi dan dikeringkan
menjadi bubuk. Proses selanjutnya adalah microbial testing dan bilogical assay pada bubuk
tersebut untuk memastikan kandungannya. proses yang sama juga dilakukan pada kuning telur
(setelah dipisahkan dari putih telurnya). Proses ini kemudian dipatenkan secara international
dengan nomor 4.816.563 dan 6.486.534.
Q: Bagaimana dengan wanita hamil, apakah aman mengkonsumsi TF ?
Ya. Tidak ada laporan dari pengguna selama ini pada pengkonsumsi TF ketika mereka sedang
hamil. Namun, tetap dianjurkan berkonsultasi dengan dokter pribadi terlebih dahulu. TF advance
plus tidak dianjurkan dikonsumsi oleh wanita hamil.
Q: Adakah kondisi tertentu sehingga orang tersebut dilarang mengkonsumsi TF ??
Ya. Kondisi dimana orang tersebut sudah mendapatkan transplantasi organ ke dalam tubuhnya:
jantung, kornea. Hal ini dikarenakan sifat TF tersebut, yaitu sifat mengenali benda asing didalam
tubuh yang bukan berasal dari tubuh asli dianggap sebagai musuh. Hal ini menyebabkan TF akan
menyerang organ transplantasi tersebut, dikarenakan TF akan menganggap organ tersebut
sebagai musuh dan harus dimusnahkan.
HIDUP SEHAT ADALAH PILIHAN.... TETAPI DAYA TAHAN TUBUH ADALAH KEBUTUHAN...
SALAM SEHAT UNTUK SEMUA YANG ANDA KASIHI...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar